Tak Pernah Lupa Bersyukur, Walaupun Dalam Keterbatasan
Saat
kumandang adzan dhuhur bergema di langit Surabaya, seorang bapak tua bergegas
meninggalkan dagangannya menuju mushollah sederhana untuk sholat dan melepas
lelah sejenak. Nampak wajah dan baju putih yang melekati tubuhnya dibasahi
keringat karena udara siang itu begitu menyengat kulit.
Rupanya,
Mustajab (53) baru saja berkeliling menjajakan kue rangin di seputaran taman
bungkul. Sudah 33 tahun Mustajab bekerja sebagai pedagang kue rangin. “saya
mulai dagang itu pada tahun 1984 mbak, waktu masih bujang sampai sekarang punya
cucu tiga,” ujar Mustajab.
Di
Taman Bungkul tersebut, Mustajab menceritakan, dulu Mustajab hanya sekolah
sampai SD saja, karena biaya makan dijatah oleh keluarganya akhirnya Mustajab
belajar membuat kue rangin sebagai tambahan perekonomian keluarganya.
Menurutnya, penghasilan seorang pedagang tidak menentu, ada masa naik turunnya.
Namun
pria asal Bangil ini lebih bersyukur, karena penghasilan harian yang
diterimanya lebih besar dibanding rekan-rekan kerja lain. Mustajab bekerja dari
pukul 08.00 - 16.00 WIB, dari pekerjaan yang menguras tenaga ini dihargai 100
ribu per hari jika dagangan itu jarang pembeli dan 150 ribu jika dagangan itu
habis semua. “Alhamdulillah, disyukuri aja mbak uangnya ditabung buat anak
istri di kampung,” kata Mustajab penuh syukur.
Mustajab
bekerja harian Senin hingga Minggu jika dikalkulasi pendapatan rata-rata tiap
bulan yang Mustajab kantongi Rp 3.000.000. di zaman ekonomi berbiaya tinggi,
tentu pendapatan sebagai pedagang kue rangin tidak mampu menutupi kebutuhan
sehari-hari. Apalagi Mustajab yang menanggung biaya sekolah tiga anaknya yang
di kampung halaman.
Mustajab
berharap keuntungan dari penjualan kue rangin tersebut nantinya dapat membantu
kebutuhan keluarga. “yang penting sehat, cukup untuk makan, sisanya buat
keluarga di rumah” ucap Mustajab penuh syukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar