Kamis, 15 Juni 2017

Tak Pernah Lupa Bersyukur, Walaupun Dalam Keterbatasan

Tak Pernah Lupa Bersyukur, Walaupun Dalam Keterbatasan





Saat kumandang adzan dhuhur bergema di langit Surabaya, seorang bapak tua bergegas meninggalkan dagangannya menuju mushollah sederhana untuk sholat dan melepas lelah sejenak. Nampak wajah dan baju putih yang melekati tubuhnya dibasahi keringat karena udara siang itu begitu menyengat kulit.

Rupanya, Mustajab (53) baru saja berkeliling menjajakan kue rangin di seputaran taman bungkul. Sudah 33 tahun Mustajab bekerja sebagai pedagang kue rangin. “saya mulai dagang itu pada tahun 1984 mbak, waktu masih bujang sampai sekarang punya cucu tiga,” ujar Mustajab.

Di Taman Bungkul tersebut, Mustajab menceritakan, dulu Mustajab hanya sekolah sampai SD saja, karena biaya makan dijatah oleh keluarganya akhirnya Mustajab belajar membuat kue rangin sebagai tambahan perekonomian keluarganya. Menurutnya, penghasilan seorang pedagang tidak menentu, ada masa naik turunnya.

Namun pria asal Bangil ini lebih bersyukur, karena penghasilan harian yang diterimanya lebih besar dibanding rekan-rekan kerja lain. Mustajab bekerja dari pukul 08.00 - 16.00 WIB, dari pekerjaan yang menguras tenaga ini dihargai 100 ribu per hari jika dagangan itu jarang pembeli dan 150 ribu jika dagangan itu habis semua. “Alhamdulillah, disyukuri aja mbak uangnya ditabung buat anak istri di kampung,” kata Mustajab penuh syukur.

Mustajab bekerja harian Senin hingga Minggu jika dikalkulasi pendapatan rata-rata tiap bulan yang Mustajab kantongi Rp 3.000.000. di zaman ekonomi berbiaya tinggi, tentu pendapatan sebagai pedagang kue rangin tidak mampu menutupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi Mustajab yang menanggung biaya sekolah tiga anaknya yang di kampung halaman.


Mustajab berharap keuntungan dari penjualan kue rangin tersebut nantinya dapat membantu kebutuhan keluarga. “yang penting sehat, cukup untuk makan, sisanya buat keluarga di rumah” ucap Mustajab penuh syukur.            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar