Wartawan sering dituding sebagai perusak
bahasa Indonesia. Kesalahan itu menurut pendidik dan pakar bahasa Indonesia J.S.
Badudu, merata dari penggunaan ejaan, pemilihan kata, penghilangan unsur-unsur
gramatikal dan penyusunan kalimat-kalimat yang rancu.
Kalimat rancu acapkali digunakan oleh
wartawan karena kurangnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia yang benar
dalam jurnalistik. Kalimat rancu seperti kesalahan penggunaan sufiks (akhiran) –kan
dan sufiks –l hampir setiap hari dilihat di surat kabar.
Tapi ada juga yang dengan sengaja
merusak bahasa. Sejak bergulirnya era kebebasan pers, mulai bermunculan
beberapa Koran dan tabloid penganut the yellow journalism. Koran-koran atau
tabloid-tabloid ini bukan hanya penuh sensasi, tetapi juga menjungkirbalikkan
semua rambu-rambu bahasa jurnalistik.
Maka sebenarnya bahasa pers dan bukan per
situ sama saja, yakni sebagai alat untuk menyampaikan pesan. Malah seharusnya
bahasa pers lebih mudah dipahami oleh pembaca.
Pers mempunyai peran yang sangat besar dalam pembelajaran
bahasa Indonesia. Dewasa ini, pers mempunyai peranan yang sangat signifikan
dalam bahasa Indonesia, karena pers tidak lepas dari pemakaian bahasa pada
umumnya . akan tetapi dalam dunia pers juga terdapat beberapa kesalahan yang
sangat merugikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dalam dunia pers banyak terdapat pengaruh baik dari
bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal tersebut sebenarnya bukan sepenuhnya
kesalahan dunia pers di Indonesia. Akan tetapi lebih baik bila hal itu dapat
diminimalisasikan.
Diharapkan dengan meminimalisasikan kesalahan, peran pers
dalam bahas Indonesia terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan semakin
besar dan dapat terarah sebagaimana yang diinginkan dan dicita-citakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar